Jumat, 29 Januari 2016

Arus Balik Profesi Guru

Awal tahun 1990-an, ketika saya masih SMA mendengar nama guru, bayangan yang terbentuk adalah profesi yang memiliki gaji pas pasan. Tidak salah jika profesi guru menjadi profesi kelas dua, tidak menjadi pilihan pertama yang diburu oleh siswa SMA. Hal ini ditandai dengan rendahnya animo untuk menjadi mahasiswa IKIP saat itu. Hal itu juga yang saya alami.Namun ditengah derasnya keinginan untuk mengejar karir diluar guru, saya mengalami sebuah perspektif yang mengubah cita cita saya. Berhubung Bapak saya dalah guru, beliau menanyakan cita cita saya. Setelah mendapat jawaban saya, beliau menyarankan agar saya mengubah cita cita, dan mengarahkan untuk menjadi guru. Okelah langsung berikutnya selama saya menjadi mahasiswa IKIP, saya mulai menyadari bahwa profesi guru merupakan profesi yang penting bagi peradaban sebuah bangsa. Mulai dari itulah saya menikmati menjadi mahasiswa IKIP. Setelah saya lulus ada arus balik yang menggembirakan: 1. Pergantian rezim yang pro terhadap kesejahteraan PNS. Kebijakan berikutnya diikuti dengan meningkatkan kesejahteran guru. 2. Mulai diterapkannnya program wajib belajar 9 tahun yang memberi peluang besar guru direkrut menjadi aparat sipil negara. 3. Munculnya program sertifikasi guru, yang semakin memberikan kesejahteraan bagi guru. Menapaki 3 hal penting di atas melambungkan cita cita saya untuk menjalankan profesi guru sebaik baiknya. Ada harapan yang sangat ideal ingin diwujudkan , seiring dengan semakin meningkatnya perhatian, kepedulian dan peningkatan kesejahteraan guru. Namun yang terjadi sekarang nampaknya masih Jauh Api dari Panggang. Kebijakan kebijakan yang harapkan mampu meningkatkan kualitas guru seolah mengalami anti klimaks. Contoh paling mudah adalah peringkat Indonesia dalam survei tentang literasi dan pemahaman pada bisang bahasa dan sains. Indonesia masih berada di peringkat bawah. Kalah jauh diabnding negara tetangga kita di ASEAN. Apa penyebabnya ? Analisis sudah banyak dilakukan, komentar sudah banyak diungkapkan, namun belum ada perbaikan yang berarti. Menurut hemat saya, saat ini terjadi sebuah keadaan yang mengkhawatirkan pada profesi guru. Sebagian guru yang saya kenal mulai menanggalkan idealisme-idealisme yang bersumber pada landasan filosofi pedagogik maupun idealisme yang berbasis pada kebudayaan Indonesia. Menjadi profesi guru tidak dijalankan secara serius, hanya menjadi formalitas belaka. Maka sekarang diperlukan guru guru yang kembali menjalankan profesi berdasarkan cara pandang pedagogik dan cara pandang budaya. Tidak terbelenggu pada dapat apa atau dapat berapa tetapi menjalankan profesi untuk selalu digugu lan ditiru. Pertanyaannya berapa lama mewujudkannya?